MTQ dan Guru Mengaji

MTQ dan Guru Mengaji

Oleh  Fachri Tharuddin dan Shofwan Karim

www.hariansinggalang.co.id

Jum’at, 7 Agustus 2009

Pembukaan MTQ Sumbar ke XXXIII di Lubuak Sikapiang, kemarin terasa meriah, khidmad, dan sukses luar biasa. Kelihatan semua pejabat utama Sumbar, mulai dari Gubernur sampai Bupati dan Wako hampir seluruhnya tampak hadir di tribune utama. Dari Pusat tampak pula pituo Minang, di antaranya Mantan Gubernur/Menhub/Menko Kesra/Ketua DPA Ir. H. Azwar Anas bersama H. Ismael Hasan dan ahli qiraat, mantan Menteri Agama yg hafiz Al Quran Prof. Dr. Said Hussein Agil Munawar. Hadir pula para bupati  dari beberapa kabupaten tetangga Sumut.  Begitu pula hadir tamu dari negara tetangga Malaysia.

Fasilitas yg disediakan panitia amat prima. Yang paling menggembirakan pada acara pembukaan kemarin, Kamis (6/8) adalah penyediaan tenda yg cukup memadai, putih, indah konstruksinya bagaikan di lapangan Mina di musim haji. Begitu pula arsitektur Mimbar Tilawah di tengah lapangan Stadion Tuanku Imam Bonjol, yang seakan diapit oleh dua  2 set Al Quran raksasa dengan menara masing-masing satu di kiri-kanan di ujungnya. Bangunan tilawah dengan pendukungnya ini bagaikan perpaduan karya seni arsitek klasik dan modern. Lebih dari itu, baru kali inilah semua kontingen kafilah dapat menikmati  duduk dengan nyaman di bawah tenda tenda yg indah teduh yg menurut pengalaman sepanjang MTQ sebelumnya tak pernah terjadi. Kemeriahan ditambah demo seni tinggi qiraat Quran dengan suara merdu oleh hafiz Quran Prof. Said Hussein Aqil Munawar, tari massal STSI Padang Panjang dan penampilan Marching Band PT Semen Padang juara nasional lomba se Indonesia.

Di luar kemeriahan, keindahan fisik, tentu saja tak kalah pentingnya  makna substantifistik dari MTQ ini. Di samping keterampilan dan seni serta hafalan tentang dan sekitar al Quran dan hadist, bacaan tilawah, syurahan dan fahmil Quran, tentulah bagaimana melanjutkan apa yg sudah dilaksanakan  ummat dan masyarakat mengamalkan apa yg dinyatakan oleh wahyu Allah yang kita sebut al Quran ini. Apalagi sebelum Gubernur membuka acara resmi ,  ada demonstrasi pembacaan ayat ayat Quran ole Qari terbaik dua tahun sebelumnya. Amatlah menyejukkan dan meresak ke dalam sanubari karena kefasihan dan iramanya yang merdu dengan nafas lapang dan panjang  sang juara itu.

Dengan tetap memberi apresiasi terhadap jerih payah panitia atas semua kemeriahan dan keindahan tadi,tentu saja perlu dianalisis pada bagian mana dari acara ini yang harus dikaji untuk perbaikan pada masa  depan untuk pembukaan MTQ yang sekali dalam dua tahun diadakan tingkat provinsi Sumbar ini.

Di antaranya,  ketepatan waktu pembukaan dan setting susunan acara dan isinya. Waktu yg tertulis pk 10.00, agak molor 35 menit. Pawai keliling  mengitari lapangan yg memakan waktu hampir satu jam, perlu disederhanakan. Ada kesan dan ternyata sampai sekarang terus berlanjut bahwa MTQ sama dengan Porda dalam acara pembukaan ini. Bedanya hanya yg satu lomba seni dan  otak, yang lain lomba  seni-fisik. Maka penyesuain perlu dipikirkan. Misalnya karena massa yg hadir pada pembukaan akan banyak atau mayoritas tidak akan ikut menyaksikan musabaqah selama 5 hari ke depan itu, maka apa salahnya kalau pada upacara pembukaan diambil waktu untuk peragaan ulang beberapa cabang musabaqah terbaik yg lalu dipilih yg masih relevan dan prima untuk ditampilkan. Timbang-timbang sebagai refreshing atau updating bagi mantan juara dua tahun sebelumnya. Misalnya syarhil dan fahmil quran, hafiz atau lainnya. Tentu dalam waktu masing masing sesingkat singkatnya.

Selain itu, diluar acara pembukaan, tentu  dalam MTQ ini ada rapat dua tahunan sekali membahas bagaimana meningkatkan pendidikan al Quran. Gubernur Gamawan Fauzi di ujung pidato pembukaan kemarin menyinggung soal guru mengaji. Menurut Gubernur tanpa jasa guru mengaji tidak ada MTQ ini. Diharapkan sentilan Gubernur ini ada evaluasi terhadap pendidikan dan pengajaran al Quran di Sumbar. Oleh karena itu, maka dana yang dihabiskan sekitar lima milyar untuk MTQ ini tidak terkesan hanya untuk meningkatkan syi’ar kultur beragama, tetapi benar-benar untuk peningkatan hal yang amat substantif, menyeluruh dan bermakna optimal untuk keterampilan membaca, memahami dan mengamalkan al Qur’an. ***