Rabu, 23 December 2009
Casablanca atau Darul Baidha’
![]()
LAPORAN SHOFWAN KARIM DARI MAROKO(3)
Abdul Salam membawa saya dan Dr. Said Khaled El-Hassan dari bandara ke kota. Kelihatan sekali, budaya Arab dan Eropa, terutama Perancis mendominasi. Bangunan hampir tidak ada yang bertingkat mencolok tinggi. Paling tinggi hanya bertingkat 6. Persis pemandangan bangunan di kota-kota Perancis, Itali dan Spanyol. Semua tulisan penunjuk jalan, merek toko, iklan dan nama kantor serta pengumuman dan infomasi terdiri atas dua bahasa: Arab dan Perancis.
Maroko, atau Morocco, berasal dari sebutan awal Bahasa Arab, al-Maghribi, bermakna barat. Negeri berpenduduk 30 juta jiwa ini mempunyai pendapatan perkapita dua kali Indonesia atau 5 ribu dollar US pertahun. Kota dan wilayah yang terkenal adalah Casablanca, sebagai kota ekonomi, dagang dan wisata. Kota ini berpenduduk sekitar 4 juta orang.
Kota kedua adalah Rabat, ibukota kerajaan Maroko yang berpenduduk 2 juta jiwa. Kota lain Fez, Tangier dan Marakesh adalah kota-kota budaya dan pendidikan.
Di luar itu sebagai wilayah yang terletak paling barat dan belahan utara Afrika ini adalah hidup dari hasil laut, karena pertemuan laut Mediteraniia dan Lautan Atlantik.
Menelusuri Casablanca, terasa lebih menggelitik ketika melewati wilayah pantai. Warna lautnya nan bercampur hijau dan biru serta kuning lembut dan putih berkilauan bagai mutiara indah sesayup mata memandang.
Di bibir pantai ada dua koridor jalan yang cukup lebar. Satu untuk para pejalan kaki yang bebas hambatan dan dipagar rendah sebatas lutut. Dua, kemudian jalan lebar untuk kenderaan. Baru di balik jalan pantai ada bangunan restoran, hotel, caffee, dan club-club serta ruang terbuka untuk berbagai atraksi dan hal.
Asal kata Casablanca adalah juga terjemahan dari julukan awal kota ini dalam Bahasa Arab yang disebut Darul Baidha’. Karena orang Perancis yang lama dulu menguasai wilayah ini maka mereka menyebutnya Casablanca. Dua kata itu Darun dan Casa artinya rumah, tempat, kampung, atau negeri. Baidha’ atau blanca berarti putih.
Menurut beberapa sumber, kata ini dipakai karena menunjukkan dua hal. Di antaranya karena gedung dan bangunan di sini sejak dulu disukai warganya dominan berwarna putih. Lebih dari itu, secara filosofis, warga masyarakat dan warga kota diharapkan memiliki hati yang putih, bersih dan suci. Dengan begitu setiap pengunjung, para wisatawan juga berhati putih, bersih, jernih dan tidak mempunyai niat yang berwarna lain dalam hidup dan kehidupan dalam keseharian berada di dalam kota ini.
Di dalam common-ground kerangka pemahaman umum dunia, Casablanca merupakan tempat kunjungan wisata yang khusus dan romantik. Keadaan itu ditopang oleh penataan kota yang rapi dan indah. Saya menanyakan hal ini kepada Said, apa rahasianya kota bisa ditata baik dan indah. Apakah tidak menghadapi hambatan yang sulit dan bermacam-macam dari warga kota. Teman saya itu kelahiran Libanon, dan sudah menjadi warga Maroko sejak 1991 mengatakan, karena Maroko dipimpin oleh Raja, kalau Raja melihat ada pembangunan yang tidak lancar, maka administrator kota, walikota atau pemimpin wilayah itu segera dipecat. Apa itu tidak demokratis? Kata saya.
Said yang menyelesaikan doktornya di bidang ilmu politik itu, mengatakan, bahwa setelah dia mengkaji secara dalam, sistem pemerintahan demokrasi yang didengung-dengungkan dan dipasarkan Barat ke dunia Islam, tidaklah semuanya tepat. Karena demokrasi terlalu mengagungkan suara rakyat. Bahkan ada istilah suara rakyat adalah suara Tuhan. Pada hal suara rakyat itu selalu ditunggangi oleh orang-orang yang mengatasnamakan rakyat. Mereka bahkan selalu saja tidak menyuarakan kepentingan rakyat, tetapi bagaimana mempertahankan kekuasaannya dengan memanipulasi suara rakyat. Apa yang rakyat butuhkan beda dengan apa yang mereka butuhkan. Jadi slogan suara rakyat adalah suara Tuhan belum pernah membuktikan makna yang sebenarnya.
Saya, kata Said lebih senang menggunakan istilah tanmiyat an-niyabi atau penyusunan kehidupan melalui nizam atau undang-undang dan aturan hukum. Di dalam praktik umum di Maroko, kalau raja melihat aturan hukum tidak jalan, dan pembangunan kota macet, maka raja akan langsung memberhentikan penguasa setempat karena tidak becus mengurus dan mengelola administrasi dan pembangunan kota.
Raja sering keliling kota dan desa. Maka bila dia lihat ada ketimpangan aturan dan pembangunan, misalnya sebut yang sederhana jalan yang ditempuhnya buruk, maka raja akan menyuruh orangnya menegur penguasa setempat dan kalau tak diperbaiki akan diberhentikan.
“Kalau begitu tidak demokratis? Apa tidak ada Pilkada? Kata saya. Ada pemilihan untuk legislatif, tetapi bukan untuk kepala daerah. Ini baik untuk kesejahteraan. Dan Said, mengatakan dirinya tidak percaya dengan istilah demokrasi. Dia kembali mengatakan, bahwa kalau akan dipakai juga istilah demokrasi, maka bagi dirinya itu bermakna penegakan aturan tanpa perlu embel-embel. (*)