Harian Singgalang Online

 

Sabtu, 27 March 2010

‘Mendamaikan’ Indonesia-Malaysia

Sebuah rumah dari lalang
sebuah kamar dari lalang
sebuah tilam dari lalang
sebuah  mimpi dari lalang

Sajak Latief Muhidin penyair Malaysia ini dibaca-baca Alwi Karmena, seusai makan siang di Denai Alam Recreation and Riding Club, Selangor, Malaysia, Jumat (26/3). Sajak itu tentu bercerita soal sebuah rumah yang papa. Tapi di sini, di ngeri jiran ini tak ada rumah seperti itu.  Yang ada rumah-rumah rancak berderet-deret.
Sebelum arena berkuda ini,  terhampar perumahan yang siap dan sedang dibangun  Satu rumah berlantai dua dengan lima kamar, harganya berkisar Rp1,2 miliar sampai Rp1,4 miliar , sebuah nilai yang tak terjangkau bagi banyak orang.
Tempat rekreasi berkuda ini baru dibuka satu minggu. Di situ ada restoran ambil sendiri, bayar sesuka hati,, hasil jual belinya untuk anak yatim. Masakannya ala rumah makan Garuda.
Kami sedang melakukan sebuah trip jurnalistik singkat ke Kuala Lumpur, Singapura, sebuah perjalanan singkat. Kami terdiri dari Basril Djabar, Khairul Jasmi, Basril Basyar, Shofwan Karim, Sutan Zaili Asril , Fachrul Rasyid, Zulnadi, Alwi Karmena, Hasril Chaniago, Eko Yanche Edrie dan Ismet Fanani.
Malaysia terlihat kian maju saja, melampaui prediksi kita. Kami lewati berbagao kawasan yang maju itu dan kemudian melayang ke Putra Jaya. Sekejap di sana, setelah salat dimasjid yang indah, kami meluncur ke Kantor Berita Bernama di Jalan Tun Razak, di jantung Kuala Lumpur. 
Sepadan
Kantor Berita Nasional Malaysia (Bernama) sepadan dengan LKBN Antara di Indonesia. Namun terasa ada aura moderen di Bernama. Selain kantor berita, Bernama juga punya radio dan televisi dan mengabdi sepenuhnya untuk Kerajaan Malaysia.
Tapi tentu saja kebebasan pers di Indonesia tak bisa mereka lawan. Masih jauh. Bernama memiliki 300 orang wartawan di seluruh Malaysia dan di luar negeri, seperti di China, Singapura, Indonesia, dan India. Wartawan yang 300 itu, sepertiganya ada di Kuala Lumpur. Sebanyak 60 persen dari jurnalisnya adalah wartawati.Seperti juga Antara, Bernama memiliki desk-desk penting.
Namun, pihak Bernama menyadari pers harus berbuat, sehingga kepedulian satu sama lain harus tumbuh lagi. Kepedulian Indonesia-Malaysia harus tumbuh lagi. Mereka menyadari betapa Indonesia akan terbakar, jika negaranya diganggung Malaysia, sebaliknya Malaysia apatis.
Ada anak wartawan Marzi Thamrin (almarhum) bekerja di sana. Namanya, Irwan Arifin. Anak muda Minang yang fasih Bahasa Melayunya. Kantor berita ini, didirikan pada 1967 dan mulai beroperasi setahun kemudian.
Ketua Pengarang/Pemred Bernama Datuk Yong Soo Heong. difasilitasi Dirwan Ahamad Darwis menerima rombongan wartawan dari Padang pada  sebuah ruangan yang sejuk. Ia didampingi antara lain oleh Editor Latihan Pengarang Mohamad Nasir Yusoff. Dalam ruangan pertemuan itu, berkebanglah diskusi bagaimana “menyelamatkan” Indonesia -Malaysia. Sebab di Indonesia, muncul sejumlah kebencian pada negeri jiran ini, sementara di Malaysia muncul sikap tak mau tahu saja. Apapun yang terjadi rakyatnya tak peduli. Jangankan untuk urusan Negara dan nasionalisme, untu urusan keluarga pun, mereka sudah banyak yang kurang peduli.
Kami terperanjat juga mendengar kenyataan itu, tapi apa hendak dikata, Malaysia memang sudah berubah. Kekayaan telah menjauhkan mereka dari persoalan-persoalan komunal.
Tingkat kesejahteraan telah melelapkan mereka pada kasur empuk kemajuan.
Namun pihak Bernama menyadari pers harus berbuat, sehingga kepedulian satu sama lain harus tumbuh lagi. Kepedulian Indonesia-Malaysia harus tumbuh lagi. Mereka menyadari betapa Indonesia akan terbakar, jika negaranya diganggung Malaysia, sebaliknya Malaysia apatis.
Siang Jumat kemarin itu, tatkala kami diajak ke ruangan redaksi, terlihat para jurnalis sedang sibuk bekerja meracik berita untuk secepatnya disajikan kepada pembacanya di seluruh Malaysia.
Ruang redaksi itu terasa berdenyut oleh kesibukan wartawan. Beberapa di antaranya terdengar sedang berbicara di telepon, melakukan wawancara.  Lainnya membuat janji makam malam.
Sore sudah datang, kami meluncur ke Menara Kembar. Teman- teman terlihat sibuk memilih beberapa barang di sejumlah gerai. Singgalang meluncur ke bagian belakang di dekat ko 6. Dekat kolam renang memesan secangkir starbuck. Sore, hujan turun. Ah Kuala Lumpur yang sibuk. (*)

Harian Singgalang Online

Diterbitkan oleh Home of My Thought, Talk, Writing and Effort

Mengabdi dalam bingkai rahmatan li al-alamin untuk menggapai ridha-Nya.

%d blogger menyukai ini: