Berita Singgalang | Komentar
Uda Bas: Kesaksian, Amal dan Harapan
Tanggal 24 April 2013
Di rembang siang matahari naik, berkumpullah tokoh Minang di ParagonVillage, Karawaci, Tangerang, Banten. Ulang tahun ke-70 dan peluncuran buku Uda Basril Djabar terasa bagai kesaksian, amal dan harapan.
Peristiwa 21 April kemarin, tidak hanya merayakan HUT tokoh Minang ini dan peluncuran “Catatan Kecil: Kebangkitan Daerah, Kebangkitan Nasional” itu, tetapi pula merupakan sekilas kisah sukses Roby Irwanto (38 tahun), putra Uda Bas dan Uni Ros.
Uda Bas, merupakan salah satu di antara saksi sejarah, amal dan harapan Minangkabau. Sejak muda menjadi aktivis pergerakan angkatan 66, wirausaha dan pengusaha yang malang-melintang, kemudian sukses, wartawan dan pemilik surat kabar, tokoh masyarakat Minang, inspirator, dinamisator dan pelaksana gerakan ekonomi Sumbar.
Lebih dari itu semua, Uda Bas yang sejak lahir, kecil, remaja, pemuda dan menjadi tokoh, tetap setia tinggal di ranah ini, adalah tempat mengadu dan berberita banyak orang, semua lapisan, golongan dan strata sosial.
Hari-hari kekinian Minangkabau sebagai wilayah kultural dan Sumbar sebagai wilayah administratif pemerintahan, paling tidak tercermin dalam buah bibir pada siang itu.
Deretan sambutan tokoh, ternyata tidak hanya mengucapkan selamat ulang tahun kepada Uda Bas, serta menghargai kerja keras dan kemudian mengapresiasi sukses keluarga ini, tetapi sekalian kesaksian dan harapan terhadap apa yang sudah dan yang ingin dilakukan bagi Minang dan Sumbar.
Apresiasi terhadap kerja keras masa lalu, masa sekarang dan bagaimana ke depan disinggung secara sporadik oleh para tokoh yang berbicara di pentas. Masa lalu yang tidak terlalu jauh, sejak dari era kepemimpinan Harun Zain, Azwar Anas, Hasan Basri Durin, Muchlis Ibrahim, Dunija, Zainal-Fachri, Gamawan-Marlis sampai ke IP-MK sekarang, telah diberi catatan kecil oleh para tokoh tadi.
Meskipun disampaikan dalam bahasa yang santun, halus dan lembut tetapi terus terang. Pada dasarnya ada relevansi dan kontinuitas, sekalian evaluasi, harapan perubahan dan mengapa lagi ke depan.
Bagai mengubak catatan kecil Uda Bas itu sendiri, pada dasarnya para tokoh yang berbicara mempunyai tekad yang kuat untuk mendorong semua komponen dan potensi untuk berkaca. Tentu saja jangan sampai buruk muka cermin dibelah.
Perdagangan bebas Asia 2015 sudah di depan pintu. Semua aspek pembangunan harus dievaluasi dan mana yang “atah” dan “beras” harus disisihkan dan ditata lagi.
Uda Bas dan semua tokoh, seakan mengulang kredo selama ini bahwa peningkatan kualiatas sumber daya manusia (SDM) adalah prioritas starategis sepanjang abad ke 21 ini.
Oleh seorang tokoh disebut bahwa SDM kita lumayan bagus dan ada di mana-mana. Di antara keturunan Minang 14 juta orang di rantau dan di ranah itu ada 2 pimpinan lembaga tinggi negara , ada 6 orang menteri, wakil menteri dan selevelnya. Ada puluhan eselon 1 di berbagai kementerian dan lembaga tinggi negara.
Ratusan profesor dan ribuan doktor, rang Minang, ada di dalam dan luar negeri. Usahawan dan entreprenuer kecil, menengah dan besar ada ribuan. Politisi di DPR, DPD, DPRD ratusan. Wartawan, budayawan, agamawan, ada di mana-mana. Diaspora Rang Minang yang berserak merupakan kekuatan dan potensi.
Ada kesan, potensi yang amat besar itu, setelah periode tertentu, terabaikan, tidak terkomunikasikan dan tidak termenej. Di zaman Orde Baru pemimpin tertinggi di suatu provinsi ditata melaksanakan 3 fungsi. Fungsi pemerintahan, administrator pembangunan dan pemimpin atau pembina masyarakat.
Setelah reformasi, mungkin tiga fungsi kepemimpinan itu perlu direformasi juga. Apakah kini masih relevan, amat penting atau dibiarkan begitu saja? Kohesi sosial dan kohesi kepimpinan, ternyata di zaman kejayaan pada masa lalu dengan versinya yang sesuai pada masa itu, menghasilkan enerji luar biasa untuk totalitas pembangunan.
Enerji itulah pada berbagai periode yang membangkit batang terendam, Parasamya Purnakarya Nugraha, Parasamya Adi Prioajana, kebijakan menoleh keluar (outward looking), nagari sebagai basis penggerak roda ekonomi kerakyatan, wisata berbasis komunitas dan moral, serta pendidikan yang bermartabat.
Kini, apakah kohesi dan integrasi masyarakat dan kepemimpinan untuk pembangunan dan kejayaan masih relevan untuk dibaca dan dikaji ulang? Pertanyaan ini tidak terjawab dalam waktu singkat pada HUT Uda Bas dan peluncuran bukunya tadi.
Di dalam dada setiap pencinta Ranah ini, rasanya terus bergumam tanda tanya besar itu. Dari bisik-bisik setelah acara Uda Bas, mungkin dalam waktu dekat akan ada tindak lanjut. Mari ditunggu dengan semangat kebersamaan, keikhlasan dan tanpa kecurigaan. Uda Bas, selamat HUT ke 70. (shofwan karim)