Umat Cerdas dan Tercerahkan

Selasa, 09 Juli 2013 | 10:41 WIB
 
Umat Cerdas dan Tercerahkan
Masyarakat mengikuti bertahun-tahun perdebatan soal hisab hakiki dengan konsep wujud hilal
Penulis: Shofwan Karim | Editor: Redaksi
Umat Cerdas dan Tercerahkan

ilustrasi (arrahman.com)

Semula kupikir, akan terjadi heboh. Tetapi ternyata tidak ada riak sama sekali. Masjid di lingkunganku dipenuhi jamaah salat Isya dan Tarawih pada 8 Juli malam, kemarin.

Bermula dari pengumuman Persyarikatan Muhammadiyah beberapa waktu lalu bahwa awal Puasa Ramadhan 1434 H ini akan jatuh pada hari Selasa, 9 Juli 2013. Artinya Tarawih dimulai 8 Juli malam.

Padahal Kementerian Agama akan mengadakan sidang Istbat penetapan awal Ramadhan itu pada 8 Juli.  Dan seperti sudah diketahui keputusannya menggenapkan Sya’ban 30 hari sehingga puasa versi pemerintah ini menjadi 10 Juli.

Ketika seorang pembawa acara setelah Isya menjelang tarawih membuka acara, mulai menyebut sedikit soal perbedaan itu, langsung dipotong oleh Ketua Pengurus Masjid, bahwa keterangan tidak diperlukan lagi.

Masyarakat sudah cerdas . Mereka sudah mengikuti bertahun-tahun perdebatan soal hisab hakiki  dengan konsep wujud hilal berapa derjat pun di atas nol dengan teori rukyat hilal dengan imkanul rukyat atau kemungkinan rukyat hilal di atas 2 derjat di waktu  ijtimak atau konjungsi.

Dengan kecanggihan media massa dan teknologi informasi digital dan internet, masyarakat sudah tahu, di belahan dunia dan Negara mana saja di 5 benua dan 7 Samudera, kaum muslimin yang memulai awal puasa pada tanggal 9 dan  10 juli itu dan apa saja alasan dan dalil setiap mereka.

Oleh karena itu, ceramah Ramadhan pada malam 8 Juli kemarin berjalan semarak dan tarawih dilaksanakan dengan khusuk. Hal itu tidak berarti mereka menyalahkan atau merendahkan sebagian lagi umat yang akan memulai Tarawih pada 9 Juli dan puasa pada 10 Juli.

Yang heboh ternyata bukan di tingkat akar rumput tetapi di tingkat kelompok kecil atau elit yang menamakan dirinya pemimpin, oknum pemerintah atau kalau kalangan tertentu.

Mereka yang heboh ini, bukan tidak toleransi dan tidak memahami alasan dan dalil kedua pendapat tadi. Tetapi lebih kepada mempertahankan gengsi atau harga diri tentang pemahaman golongan mereka.

Tentu saja di balik baju keinginan soal ini menjadi satu di bawah komando pemerintah. Mungkin maksudnya seperti pelaksanaan haji yang monopoli pemerintah. Dan setiap orang tahu, bila dikatakan pemerintah, maka siapa di belakangnya.

Pada saatnya, tentu mereka akan kehilangan pengaruh karena umat sudah dan semakin cerdas. Yang diperlukan sekarang adalah kecerdasan umat itu tidak stagnan atau macet, tetapi selalu tercerahkan.

Maka itu , kaum elit pun harus selau mencerahkan diri, kalau tidak, mereka akan  ditinggalkan umatnya.

 

Diterbitkan oleh Home of My Thought, Talk, Writing and Effort

Mengabdi dalam bingkai rahmatan li al-alamin untuk menggapai ridha-Nya.

%d blogger menyukai ini: