Gubernur atau Pemimpin Sumbar ?

Mencari sosok Gubernur Sumatera Barat 2015-2020, sepertinya sudah menjadi titik perhatian kita. Kasa

 Shofwan Karim | Sabtu, 20 September 2014 – 13:48:04 WIB | dibaca: 14 pembaca

Foto: Di depan Masjdi terbesar, Casablanca, Morocco, Januari 2010

https://shofwankarim.wordpress.com/2014/09/20/gubernur-atau-pemimpin-sumbar

SHOFWAN KARIM – Mencari sosok Gubernur Sumatera Barat 2015-2020, sepertinya sudah menjadi titik perhatian kita. Kasak-kusuk sudah dimulai.

Bang Darman Munir (Komentar Singgalang, 1/9), prihatin calon yang bagaimana menjadi gubernur akan datang. Musriadi Musanif (Komentar Singgalang, 2/9) ingin memasang-masangkan bupati dan walikota yang cocok naik singgasana setingkat lagi menjadi Sumbar 1.

Menurut bacaan saya, Bang Darman dan Musriadi, ingin mengatakan bahwa menjadi gubernur tidaklah sulit. Cukuplah hilir-mudik. Pasang baliho. Perbanyak menulis di koran. Hadir di mana-mana, pamerkan diri, rebut simpati, ada partai pengusung, ada massa partai yang solid kadernya. Pandai pandai mengumbar janji, perbanyak publikasikan prestasi menerima penghargaan dan award. Biasanya penghargaan itu diberikan oleh lembaga tertentu, dan itu ada ongkosnya.

Yang lebih menarik, pada tulisan Bang Darman, ada perbandingan gubernur masa lalu dan gubernur masa kini. Sayangnya Bang Darman kikir mengumbar kata, bahwa masa lalu ketika dia menyebut nama antara lain Harun Zain, Azwar Anas dan Hasan Basri Durin, mestinya ada kata ‘pemimpin’.

Artinya, secara tersirat Bang Darman ingin mengatakan bahwa senioren tadi tidak hanya gubernur, tetapi mereka adalah juga pemimpin. Zaman Harun Zain, Azwar Anas dan Hasan Basri Durin, tidak ada baliho. Mesin digital printing belum massal seperti sekarang. Koran waktu itu ada beberapa, tetapi isi koran lebih banyak mengeritik daripada memuji dan membuat pariwara.

Orang-orang koran di masa itu, terutama pemimpin redaksinya seperti Haluan, Singgalang dan Semangat, lebih banyak menjadi partner pemimpin yang gubernur itu. Berdebat, berdiskusi, dan saling mengemukakan dalil. Mereka curah pendapat dan bahkan bertengkar untuk mendapatkan apa yang terbaik menjadi rencana yang harus dikerjakan oleh pemerintah provinsi, kabupaten dan kota.

Wartawan, budayawan dan seniman pada kurun itu adalah lawan berdebat dan teman berpikir yang handal. Bukan saja mereka yang lebih tua (baik usia atau pengalaman kepemimpinan), ninik-mamak, alim-ulama dan bundo kanduang, tetapi juga yang lebih muda, tokoh mahasiswa dan pemuda, sekali 2 bulan kumpul di gubernuran untuk mencari, dan merumuskan yang terbaik untuk Sumbar.

DPRD lebih banyak menampung aspirasi masyarakat, lalu mengajak tokoh-tokoh duduk bersama dengan pejabat formal yang sekaligus pada dekade itu adalah pemimpin. Merekalah yang menjadi gubernur, bupati dan walikota, Muspida, Kajati, Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri, panglima (sampai masa gubernur periode 1 Azwar Anas) atau Danrem, Kapolda dan Kapolres serta Dandim sampai awal 1990-an.

Pada waktu itu, hampir tidak ada dikotomi antara pejabat dengan pemimpin. Gubernur, walikota, bupati adalah milik semua rakyat dan golongan serta milik semua organisasi masyarakat, Golkar dan 2 Parpol. Waktu itu, zaman Orde Baru, demokrasi dan kebebasan seperti sekarang tidak ada, tetapi semua orang merasa memiliki. Termasuk 2 partai (PPP dan PDI) yang selalu dikecilkan ketika itu.

Sekarang zaman sudah berubah. Gubernur, bupati atau walikota dalam bahasa demokrasinya adalah pemimpin milik semua golongan masyarakat. Tetapi dalam praktiknya, mereka adalah milik partai dan orang-orang yang berjasa mengusungnya. Inilah demokrasi yang sekarang kita jalankan.

Soalnya, apa lagi yang harus kita lakukan? Apakah kita meneruskan saja apa yang sekarang sedang terjadi? Atau kita ingin mencari gubernur yang memimpin? Bukan yang sibuk sendiri dengan partai dan pengsungnya.

Pernahkah gubernur berunding dengan tokoh-tokoh ninik-mamak, alim-ulama, cerdik-pandai, bundo kanduang, generasi muda, seniman dan budayawan kita baik yang di kampung maupun yang di rantau?.

Masihkah kita memerlukan gubernur yang akan mengajak membangun Sumbar dengan bermitra dengan kemimpinan tunggu tigo sajarangan tali tigo sapilin?

Sepertinya Bang Darman dan Musriadi ingin mengajak kita berpikir lagi. (*)

Baca Juga Berita Terkait dengan Artikel ini :

  • Jiwa dan Kasih Jangan Terbelah
  • Demokrasi dengan Cinta, Kerja dengan Harmoni

Author : http://www.phpmu.com/

http://www.shofwankarim.com/berita-gubernur-atau-pemimpin-sumbar.html#ixzz3EI6ziQ5p