Menghargai Kemenangan atau Perjuangan?
Shofwan Karim — Sebelum televisi dan media online menyiarkan pertemuan Jokowi dan Prabowo Jumat, (17/10), saya bercakap dengan Uda Basril Djabar via telepon. Beliau yang sedang di Singapura untuk satu urusan, saya minta pendapatnya terhadap sesuatu yang paling aktual. Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-JK 20, Oktober. Uda Bas mengatakan, mereka menghargai kemenangan ataukah perjuangan?
Sesudah Shalat Jumat, siaran TV dan media online menjadi buncah karena euporia, mencairnya hubungan antara Jokowi dan Prabowo. Pertemuan dua tokoh paling dipuja dan dipuji atau mungkin sebaliknya bagi lawan-lawannya paling dihina dan dicerca, kini memasuki babak baru.
Babak yang rasanya membuat kita semua mempunyai harapan yang luar biasa. Harapan terang benderang. Prabowo mengucapkan selamat kepada Jokowi sebagai presiden. Berjanji akan hadir, kalau urusannya di luar negeri selesai pada Minggu malam ini.
Partai Gerindra dan teman-temannya (baca:KMP) akan mendukung pemerintahan lima tahun ke depan di bawah kepemimpinan Jokowi untuk bangsa dan rakyat. Bila dianggap tidak menguntungkan bangsa dan rakyat atau tidak berpihak kepada rakyat dia akan menyampaikan kritiknya dengan baik.
Prabowo mengatakan, pertarungan politik adalah wajar. Ujungnya adalah merealisasikan keinginan untuk bangsa dan negara. Jokowi adalah patriot, kata Prabowo.
Semua itu dijawab oleh Jokowi, dalam pemerintahan itu ada manajemennya, ada yang mengawasi dan yang melaksanakan. Jokowi dalam bahasa yag saya tanggap, bersedia menerima kritikan untuk kebaikan bangsa. Bahasa yang sering disebut sekarang adalah check and balances.
Di luar basa-basi silaturahim yang sangat positif itu, saya menangkap inti pertemuan keduanya, bersamaan dengan ruh kemanusiaan, silaturrahim, kemauan baik untuk bangsa dan seterusnya, adalah kesamaan pandangan antara Jokowi dan Prabowo.
Keduanya sama-sama berkeinginan untuk menjaga terus menerus secara optimal pelaksanaan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ujungnya untuk keadilan, kese jahteraan dan kemakmuran rakyat dan bangsa.
Dengan begitu, kita harus melihat, setelah berjuang habis-habisan pada pilpres lalu, dan Jokowi memenangkan 70 juta suara serta Prabowo memperoleh 63 juta suara rakyat, maka kini semua menghargai perjuangan dan melanjutkannya untuk kepentingan bangsa. Bukan kemenangan yang dihargai tetapi adalah perjuangan yang sudah dan akan terus dilakoni bersama.
Yang harus dilihat para pendukung kedua kubu, bukan lagi soal siapa yang menang dan siapa yang kalah.
Isu dua hal itu sudah selesai. Sekarang bagaimana semua pihak KMP atau KIH dan semua komponen bangsa berjuang untuk keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat.
Maka jangan lagi pihak KMP mengedepankan, kekalahan kami hanya tujuh juta suara. Atau KIH, terus mengklaim kami menang 53 persen. Sama halnya apa yang terjadi kini dalam benak hati pendukung Jokowi-JK di Sumbar merasa kecut dan malu mengucapkan selamat kepada Jokowi-JK karena kalah di Sumbar, dengan perolehan hanya 23,1 persen suara.
Dan Uda Basril Djabar dalam teleponnya kemarin, membuat pertanyaan apakah “mereka” menghargai kemenangan ataukah “mereka” menghargai perjuangan? (*)