Repleksi Haluan:Yang Menang adalah Bintang Gemerlap
Oleh Shofwan Karim
Pada arena Muktamar Muhammadiyah-Aisyiah di Makassar saya bercakap-cakap dengan warga Muhammadiyah keturunan Minangkabau. Seperti diketahui, hampir setiap daerah kota, kabupaten dan provinsi ada saja “urang awak” yang mewakili.
Mereka punya perhatian penuh ke kampung halaman. Ranah Minang “nan tacinto, kampuang nan jauah di mato, dakek di hati”. Setalian dengan itu Saya menjadi ingat ujung Ramadhan lalu hadir dalam acara tokoh Minang di sebuah tempat di Jakarta. Meski bukan, “siapa-siapa” saya menikmati pertemuan itu.
Betapa cintanya orang “urang awak” ke “ranah nan tacinto”. Sehingga apun yang terjadi mereka kadang lebih tahu dari pada kita yang tinggal di kampung. Paling mereka hanya konfirmasi saja tentang apa yang kurang paham. Terkesan, kecintaan mereka terhadap kampung halaman adalah murni.
Salah satu yang sekarang menjadi puncak pertanyaan mereka siapakah di antara dua pasangan calon gubenur yang akan menang pada 9 Desember 2015 nanti ?
Saya menjawab lugas saja. Pemilihan gubernur, walikota dan seterusnya dipilih oleh rakyat awam. Yang elit tidak berdaya. Apapun hebatnya seruan dan rasionalisasi mereka tidak peduli. Orang awam (kaum popular) hanya perlu kedekatan hati kepada pemimpinnya. Kedekatan dalam bayangan.
Pemimpin yang tahu dengan selera kaum “popular” itulah yang akan menangguk dan banjir suara. Dan ini bukan hanya berlaku di negeri kita. Barack Obama dua kali menang karena populer. Meski bukan artis, Obama menggunakan media social memupuk populeritasnya.
Ahmad Heryawan Gubernur Bandung menggandeng Dede Yusuf dan Edi Mizwar untuk priode pertama dan kedua. Rano Karno menjadi Bupati, Wakil Gubernur dan kini gubernur. Estarada bintang Film Filipina pernah menjadi presiden negeri itu. Jauh sebelum Obama, jagoan bintang film cowboy Amerika tahun 1980-an, Ronald Reagan menjadi presiden negeri paman Sam itu.
Tentu saja populeritas itu bukan hanya karena kemampuan berakting di film, menjadi pencipta lagu dan penyanyi mendadak, olahragawan karate mendadak bahkan pembalap mendadak, pemain band mendadak atau muballigh mendadak. Tetapi populeritas yang di luar itu. Termasuk dulu Jokowi di Solo, sekarang Risma di Surabaya atau Ridwan Kamil di Bandung.
Populeritas tiga terakhir tadi yang mungkin tidak hanya milik kaum awam tetapi juga elit. Soalnya sekarang adakah tokoh seperti Ridwan Kamil, Risma tau Jokowi?. Mereka populer bukan karena akting atau karena artis, tetapi populer karena kerja. Visi dan misi serta program kerja yang mereka mimpikan mampu menjadi realitas. Itulah bintang dan merekalah yang akan menang. Lalu siapakah di antara dua pasang balon ini yang bintang? Mereka akan menang, kata saya.*