Wacana Politik Mulai Mengemuka dalam Khittah Ponorogo

SERIAL ESAI MUHAMMADIYAH MENGHADAPI 2024 (BAGIAN 3)

Oleh Shofwan Karim

Wacana Politik Mulai Mengemuka dalam Khittah Ponorogo

SERIAL ESAI MUHAMMADIYAH MENGHADAPI 2024 (BAGIAN 3)

Oleh Shofwan Karim

(Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumbar)

BERSAMA KETUM PP MUHAMMADIYAH DI CONVENTION HALL PROF DR HA SYAFII MAARIF 2022 DI KAMPUS I UM SUMBAR (dok SK)

ESSAY, POTRETKITA.net – Bila ditilik kepada lima khittah yang lain, baru pada  khittah ketiga Ponorogo agak semakin jelas dalam kaitan hak warga persyarikan dengan politik kebangsaan. Pada khittah kedua masih belum.  

Khittah kedua, Palembang 1956. Berisikan 7 hal. (1) Menjiwai pribadi para anggota, utamanya para pimpinan Muhammadiyah; (2) Menjalankan uswatun hasanah; (3) Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi; (4) Memperbanyak dan mempertinggi mutu amal; (5) Mempertinggi mutu anggota serta membentuk kader; (6) Mempererat ukhuwah; (7) Menuntun penghidupan anggota.

Pada khittah lain, netralitas persyarikatan semakin mengemuka tanpa menahan warga yang terjun ke politik praktis dan pesan tidak bertentangan dengan dasar dan tujuan Muhammadiyah. 

Mari lihat Khittah ketiga, Ponorogo 1969. Tanwir Muhammadiyah tahun 1969 di Ponorogo memproduk Khittah Perjuangan Muhammadiyah. Singkatnya disebut “Khittah Ponorogo”. Khittah ini lahir sebagai amanah dari Muktamar Muhammadiyah ke-37 tahun 1968 di Yogyakarta. Khittah ini kelihatannya agak lebih “jantan-politik”, meski agak samar-samar

Matan (teks) Khittah Ponorogo dibagi menjadi dua bagian: pola dasar perjuangan dan program dasar perjuangan.

BACA JUGA : 

Pola Dasar Perjuangan : (1) Muhammadiyah berjuang untuk mencapai atau mewujudkan suatu cita-cita dan keyakinan hidup yang bersumber dari ajaran Islam; (2) Dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya sebagaimana yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW adalah satu-satunya jalan untuk mencapai cita-cita dan keyakinan hidup;

(3) Dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar seperti yang dimaksud harus dilakukan melalui dua saluran/bidang secara simultan yaitu : (a) Saluran politik kenegaraan (politik praktis); (b) Saluran Masyarakat; 

(4) Untuk melakukan perjuangan dakwah Islam dan amar ma’ruf nahi mungkar seperti yang dimaksud di atas dibuat alatnya masing-masing yang berupa organisasi; (a) Untuk saluran/bidang politik kenegaraan (politik praktis) dengan organisasi politik (partai); (b) Untuk saluran/bidang masyarakat dengan organisasi non partai, Muhammadiyah sebagai  organisasi memilih dan menempatkan diri sebagai gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dalam bidang masyarakat.

Sedang untuk alat perjuangan dalam bidang politik kenegaraan (politik praktis), Muhammadiyah membentuk satu partai politik diluar organisasi Muhammadiyah. (1) Muhammadiyah harus menyadari bahwa partai tersebut adalah merupakan obyek dan wajib membinanya; (2) Antara Muhammadiyah dan partai tidak ada hubungan organisatoris, tetapi tetap mempunyai hubungan ideologis;

(3) Masing-masing berdiri dan berjalan sendiri-sendiri menurut caranya sendiri-sendiri, tetapi dengan saling pengertian dan menuju tujuan yang satu. (4) Pada prinsipnya tidak dibenarkan adanya perangkapan jabatan, terutama jabatan pimpinan antara keduanya demi tertibnya pembagian pekerjaan (spesialisasi).

PROGRAM DASAR PERJUANGAN

Dengan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dengan arti dan proporsi yang sebenarnya, Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsional, secara operasional dan secara kongkrit tentang Islam. 

Bahwa Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 menjadi masyarakat yang adil, makmur, sejahtera bahagia materiil dan spirituil yang diridhoi Alloh SWT.

Khittah Keempat, Ujung Pandang 1971. Muhammadiyah memang pernah terlibat poltik praktis melalui Masyumi. Namun, sejak khittah Ujung Pandang tahun 1971, Muhammadiyah tak pernah lagi terlibat dalam politik praktis hingga saat ini. 

Pada khittah berikut, netralitas persyarikatan semakin mengemuka tanpa menahan warga yang terjun ke politik praktis dan pesan tidak bertentangan dengan dasar dan tujuan Muhammadiyah.

Berikut isi khittah Ujung Pandang (1971): (a) Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam yang beramal dalam bidang kehidupan masyarakat dan tidak mempunyai afiliasi dengan partai politik manapun; (b) Setiap warga Muhammadiyah, sesuai dengan asasinya dapat / tidak memasuki organisasi lain sepanjang tidak menyimpang dari AD/ART:

(c) Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah islam setelah pemilu 1971, Muhammadiyah melakukan gerakan amar ma’ruf nahi munkar secara konstruktif dan positif terhadap Partai Muslimin Indonesia (Parmusi); (d) Mengamanatkan PP Muhammadiyah untuk menggariskan dan mengambil langkah-langkah dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan mental spiritual.

Mari lihat berikutnya. Khittah kelima, Surabaya 1978. (a) Muhammadiyah adalah Gerakan Da’wah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun.

(b). Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muham­madiyah. 

Khittah keenam, Denpasar 2002. Khittah ini menyatakan bahwa Muhammadiyah akan  tetap berada dalam kerangka gerakan dakwah dan tajdid yang menjadi fokus dan orientasi utama gerakannya, dapat mengembangkan fungsi kelompok kepentingan atau sebagai gerakan social civil-society dalam memainkan peran berbangsa dan bernegara.

Sampai sekarang, sejak 2002 pedoman sebagai gerakan sosial civil-society belum pernah ditinjau apalagi diubah. Artinya, tetap saja secara arif dipahami bahwa persyarikan sebagai jamaah dan jam’iah bebas dan aktif menjaga hubungan kedekatan dengan berbagai politik tanpa terkontaminasi secara structural.

Tentu saja secara kultural dan fungsional sebagai gerakan masyarakat madani, Muhammadiyah bukan membelakang kepada Partai Politik. Akan tetapi tetap menjaga kedekatan dan dapat saja secara arif mencari dan mendorong keunggulan warga Muhammadiyah yang punya talenta dan DNA serta jagoan politik harus disokong dengan cara yang lebih dinamis dan kondusif. (Bersambung)

Diterbitkan oleh Home of My Thought, Talk, Writing and Effort

Mengabdi dalam bingkai rahmatan li al-alamin untuk menggapai ridha-Nya.

%d blogger menyukai ini: