Darul Siska yang Santun, “Kameh” dan Tangguh
Oleh Shofwan Karim

Terlalu banyak yang lengket di memori saya tentang Drs. H. Darul Siska (68 Th). Sarjana Hubungan Internasional (1982) dari Universitas Jayabaya Jakarta ini adalah Anggota DPR RI 4 periode selang seling. Beliau bertanam dan memelihara konstituen di ladang pengabdian sebagai politisi sejak 1997 sampai sekarang.
Tokoh ini saya kenal sejak tahun 1981. Kala itu beliau di antara deretan orang muda aktifis Senat dan Dewan Mahasiswa, HMI, KNPI, MKGR tingkat pusat. Beberapa waktu belakangan, berkali-kali duduk dan terpelanting dari DPP Golkar.
Lumbung memori terhadap sahabat DS, begitu saya menyebut singkat, tidak mungkin ditulis semuanya dalam sumbangan dalam susunan ingatan untuk buku bioragrafi ini. Maka saya membatasi diri kepada secuil di antara banyak yang sangat menggugah relung hati. Beliau “Santun, Kameh dan Tangguh”
Santun menurut saya berhati sejuk. Beretika tinggi. Tidak suka mencikaraui apalagi menggurui. Selalu baik dan memelihara pertemanan. Sebaliknya tidak emosional terhadap “lawan”. Apalagi berkata bulat bersanding (bulek-basandiang) atau “nyelekit”
Kameh yang saya maksud adalah sikap hati-hati dan rinci. Teratur. Necis. Berjanji tepati. Kalau tidak berkenan atas sesuatu, dijelaskan alasannya. Lalu pihak lain merasa selesa adem.
Lalu Tangguh. Yang saya maksud setiap tercampak dari satu wadah, organisasi, politik atau apalah namanya, kembali berdiri dan bertarung dengan hati-hati dan kokoh.
Dari pengamatan jarak jauh, beberapa tokoh hebat menjadi senang kepada DS. Yang saya agak sedikit tahu, Dr. Ir. H. Akbar Tanjung, Prof. Dr. Fahmi Idris, Dr. Drs. Jusuf Kallah, Dr. Abdul Gafur di antara yang menurut saya DS dekat kepada mereka. Dan paling aktual dari bisik-bisik yang saya nguping, DS dekat dengan Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI yang juga barisan utama tokoh Golkar.
Tokoh-tokoh hebat tadi, bahkan dalam amatan saya menjadi backbone atau tulang punggung bagi DS. Tentu saja kalau di antara tokoh tadi ada saatnya bergesek politik, atau sukses maka DS akan kena efek ekor jas (coat-tail effect) mereka.
Pada ujung tahun 1981, ada Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) Pemuda Tingkat Nasional Angkatan VIII di Wiladatika Pramuka Cibubur. Pengaderan pemuda nasional itu, ditaja oleh Kemenpora.
Waktu itu Menteri Pemuda dan Olahraga (1978-1988) adalah Dr. Abdul Gafur (1939-2020). Dokter Tentara, Kolonel AURI. Wakil Ketua MPR (1997-1999). Anggota DPR RI (2004-2009) dari Golkar.
Saya dan Ernawati Munir (Almarhumah Dr. Ernawati Munir, S.H., M.H. Dosen Unand) dari Sumbar lulus seleksi untuk menjadi peserta dari Pemuda Sumatera Barat.
Bertemulah kami di forum tersebut.
Di antaranya Tjahjo Kumolo, S.H. (1957-2022) Mendagri dan Menpan RB (2014-2019; 2019-2022). Pada masa itu Tjahjo Ketua KNPI Jawa Tengah dan tokoh GMNI. Ada Tony Waworuntu, dari GAMKI.
Tony yang wafat tahun 2015 itu, belakangan menjadi Pendeta dan Tokoh PGI serta berperan dalam Dewan Gereja Dunia. Begitu pula Alex Paath. Waktu itu salah seorang Ketua DPP KNPI dan Ketua Umum GAMKI, belakangan anggota DPR RI.
Beberapa lagi dari 150 orang peserta Penataran P4 itu, belakangan banyak yang menjadi pemimpin dan tokoh nasional. Salah satu di antaranya DS.
Kami berdua termasuk lulusan terbaik 17 besar Penataran Pemuda Tingkat Nasional Angkatan VIII yang berlangsung 15 hari itu. Berhak menjadi Penatar atau waktu itu disebut Manggala. DS aktif menjadi Tim Penatar di Jakarta. Saya di Sumbar dari 1981-1997.
Di luar itu, DS sangat aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan dan pemuda di Jakarta dan saya di Sumbar. Di Organisasi Politik (waktu itu disebut Orpol) kami sama-sama aktifis muda Golkar. DS di DPP dan saya di DPD.
Pada 1990-an ada agenda Kirab Remaja Nasional yang masa itu giat digerakkan oleh Siti Hardijanti Rukmana, “Mbak Tutut” (74) Puteri Pertama Presiden Soeharto (1921- 2008). Untuk di Sumbar, DS menjadi tokoh utama menggerakkan remaja yang membawa Bendera Merah Putih dengan berbagai atraksi, acara dan lomba dari satu Kota dan Kabupaten ke Kota dan Kabupaten lainnya.
Saya ingin telesik DS dan sentuhannya dengan Muhammadiyah. Pada beberapa percakapan informal, DS sering menyebut bahwa ayahnya H Muhammad Said Karim, adalah Penggerak Muhammadiyah di Talawi, Sawahlunto.
Itu tentu ada hubungannya dengan “nasib” saya yang menjadi aktifis Golkar sejak 1977 ikut kampanye untuk Golkar pada Pemilu1977.
Saat itu jarang sekali orang Muhammadiyah di Sumbar yang berafiliasi dengan Golkar. Di antara yang jarang itu termasuk saya dan DS yang putra bio-geneologis berpaham keagamaan mencerahkan dan berkemajuan ini.
Belakangan sejak 1982-1999 saya 4 periode menjadi pengurus Orpol Beringin, terakhir Sekretaris DPD Tk I Sumbar. Berujung suatu waktu karena saya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) langkah politik saya pudar dan berhenti. Sesuai PP No 12 dan 25 Tahun 1999 ASN tak boleh berpolitik.
Waktu itu saya Dosen di IAIN kini UIN Imam Bonjol Padang. Maka pada bulan September 1999 saya behenti menjadi Sekretaris Golkar di bawah kepemimpinan Ketua DPD Brigjen Purn H Nurbahri Pamuncak. Dan itu tepat setelah selesai periode pendek saya di DPRD Sumbar, 1997-1999 sebagai lanjutan periode regular sebelumnya 1992-1997.
Jauh sebelumnya, 1969-1975 aktif di PD dan PW PII. Pada 1972 HMI. Lalu, sejak 1973 saya aktif di IMM dan Pemuda Muhammjadiyah. Simultan dengan itu menjadi aktivis KNPI 4 periode. Sebagai orang muda masa itu saya dan di berbagai organisasi agama internasional, di antaranya World Conference for Religion and Peace (WCRP), dan Pemuda Dunia Canada (CWY). Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN). Begitu pula DS aktifis berbagai organisasi mahasiswa, pemuda nasional dan dunia, Nakasone Program Jepang, Pemuda Dunia Menghadapi Abad ke-21, PPAN dan lainnya.
Kembali ke Muhammadiyah. Pada tahun 2000-2005, sebagai Ketua PWM (Pimpinan Wilayah Muhammadiyah) saya sering bertemu tokoh Muhammadiyah di seantero Sumbar. Salah seorang di antaranya adalah Bapak H. Muhammad Said Karim (1922-2020), Ketua PCM (Pimpinan Cabang Muhammadiyah) Talawi. Pak Said sangat aktif menggerakkan Persyarikatan ini.
Pada awalnya, saya tidak tahu bahwa Bapak H. Muhammad Said Karim (lh. 1920) yang duduk bersama dalam pertemuan dan rapat-rapat sebagai ayah DS. Baru setelah sehabis rapat mengatakan mau melihat anaknya di Padang.
Di situlah terjadi kejutan. Kami bergabung dalam satu kendaraan. Di dalam mobil di perjalanan itu kami asik bicara, “maota” berbagai hal. Tetap tidak sedikitpun terbersit bahwa DS adalah putra beliau. Padahal DS adalah tokoh nasional, anggota DPR RI 1997-1999 dan kemudian 1999-2004.
Baru ketika saya tawarkan di antar ke alamat, disebutnya satu nama. Dan saya tahu nama itu adalah adik DS. Di saat itulah saya tercengang. Rupanya tokoh Muhammadiyah Talawi ini adalah ayah kandung DS.
Sejak itu saya merenung. Etika, watak dan akhlak Ayahnya ini turun ke DS. Tidak mau gembar-gembor. Rendah hati, tetapi tegas dalam prinsip. Santun dalam bergaul, kameh dan tangguh. DS adalah seorang yang santun, “humble”, sederhana dan bijak. Biasanya label itu bila dilekatkan kepada orang tertentu, berarti orang terebut mengikuti apa saja kata lingkungan, kolega dan sepertemanannya.
Lain dengan DS. Kurenah itu tidak terjadi. DS itu santun, tetapi tegas dengan prinsip. Akan tetapi tidak “ngoyo” (memaksakan diri). Misalnya, ketika seseorang mengajukan sesuatu, minta tolong. Beliau jawab ya atau tidak tetapi orang yang meminta tidak tersinggung. Ujungnya pasti ya, namun ada argumen di balik itu.
Oleh karena itu saya belajar banyak dari DS. Misalnya pada Pemilu 2014. Beliau bertanya apakah sebaiknya beliau mencalonkan diri lagi setelah jeda beberapa lama? Saya berhati-hati menjawab. Saya banyak mengajukan argumen positif untuk beliau supaya maju.
Ujungnya beliau ikut. Setelah berkerja keras. Hasil pengitungan suara akhir, ada kekurangan jumlah perolehan yang agak berbeda dari catatan Tim Sukses DS. Di tengarai ada sesuatu yang kurang beres. Oleh Tim Sukses DS didiskusikan dengan hangat dan rumit. Apakah akan diajukan sebagai sengketa Pemilu? Ternyata DS dengan santun menjawab, tidak perlu. Artinya beliau tidak “ngoyo”.
Alhamdulillah, pada Pemilu 2019 DS sukses melangkah kembali ke Senayan menjadi Anggota DPR RI.
Tidak “ngoyo” pada 2014 membuat DS semakin tangguh dan terus bangkit. Ketangguhan DS, nampaknya merupakan produk tempaan sejak masa kecilnya.
Ibunya Sarunah (lh. 1924), wafat ketika DS berusia 5 tahun. Sampai tamat SD, kanak-kanak DS diasuh neneknya di Talawi, setelah itu merantau ke Jakarta dan tinggal bersama kakaknya yang tertua.
DS nomor 4 dari 5 bersaudara seayah-seibu berturut Bismi, Abdur Rahman, Abdur Rahim, DS, dan Nurhasni. Saudaranya seayah ada 4 orang. Mereka adalah Erwatis Said, Happy Harmonis, Nelil Mudarris dan Ittaqullah.
Dalam rentetan pengalaman yang berliku di tengah lamunan ombak kehidupan, DS berhasil menjadi Sarjana Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial Poltik seperti disinggung di atas tadi.
Begitulah seterusnya lika-liku kehidupan pribadi DS pindah kerja dari beberapa kementerian dan Lembaga negara, akhirnya terjun penuh ke Politik dan meninggalkan statusnya sebagai pegawai negeri.
Saya mencoba merekonstruk nama Darul Siska. Kata kedua, mungkin akronim dari Sarunah Isteri Said Karim atau Sarunah Ingatan Said Karim (Siska).
Sampai esai ini ditulis, saya coba call untuk mengomfirmasi ke beliau. Mau tulis WA, tak “lantas angan” alias tak tega. Alasannya, khawatir menarik kenangan ke ibunya dan membuat beliau sedih. Lebih dari itu, beliau sedang di luar negeri. Memberi respon atas missed call Saya, jawabannya tak bisa terima call karena baru landing (mendarat) di Kota Antalya, Turki.
Begitulah, Sang Tokoh yang santun, kameh dan tangguh ini terus berusaha mencecar dirinya bekerja di duna politik. Alhamdulillah kini DS mantap dan yakin dengan karir politiknya.
Kini dengan teratur beliau menjalankan tugas dan fungsinya di DPR RI. Pada beberapa kali saya undang beliau ke agenda Muhammadiyah. DS selalu melihat kepada copy Micfrosoft Excel jadwalnya yang padat. Sebagai seorang yang kameh atau rapi dalam mengatur ritme kerja, saya paham.
Bila tanggal yang saya ajukan tidak pas, beliau memasukkan ke jadwal baru. Pertemuan di beberapa kota dan kabupaten telah memberikan inspirasi dan motivasi bagi hadirin atas kesantunan, “kameh’’ dan ketangguhan pada diri DS. Beliau adalah kakek, satu cucu dari putra dan menantu satu-satunya yang bekerja dan tinggal sebagai keluarga kecil di Singapura.
DS rajin berkunjung kepada konstituen khususnya dan umumnya masyarakat dan warga tanpa diskriminasi, apakah di situ beliau mendulang atau hampa suara pada Pemilu lalu. Hampa suara pun, tidak mengurangi semangat dan langkah DS bertemu dengan masyarakat dan warga di berbagai pelosok Sumbar.
Tentu saja kini DS selalu tekun merawat silaturrahim ke semua lini, relasi, dan warga masyakat. Begitu pula selalu antusias-prima, memperjuangkan beberapa proyek pembangunan.
Atas endorcement atau sokongan beliau kepada kementerian mitra kerjanya di Komisi tempatnya ditugaskan fraksinya di DPR RI, beberapa bakti pembangunan telah berfungsi dan dinikmati oleh masyarakat. Tentu saja masih ada yang tengah dalam penyelesaian serta yang akan dilaksanakan dan dibangun. ***
Shofwan Karim adalah Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat, 2000-2005; 2015-2022 dan Dosen Pascasarjana UM Sumbar. https://shofwankarim.me/profil/
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.