Melawan Sinisme Proklamator Hatta, Korupsi sebagai Budaya

Melawan Sinisme Proklamator Hatta, Korupsi sebagai Budaya

Shofwan Karim

Minggu, 04 September 2022 – 10:39 WIB

Melawan Sinisme Proklamator Hatta, Korupsi sebagai Budaya

Shofwan Karim
Ketua Umum Yayasan Pusat Kebudayaan Minangkabau (YPKM) 
Ketua PWM dan Dosen Pascasarjana UM Sumbar

SUDAH lama wacana kebudayaan terpinggirkan. Keadaan itu semakin hari tergusur oleh riuh-rendah wancana politik dan sarut marut ekonomi global, regional, dan nasional.

Meskipun politik dan ekonomi menurut para antropolog termasuk di antara unsur-unsur universal kebudayaan, tetapi wacana kedua frasa itu tidak menyentuh kepada defnisi filosofis kebudayaan yang merupakan repleksi budi dan daya. Selama ini, definisi politik dan ekonomi lebih kepada definisi teknis-eksekusi-operasional.

Apakah politik dan ekonomi kita pada beberapa kurun waktu dan dekade-dekade terakhir ini berbasis kebudayaan? Pertanyaan yang agaknya aneh bagi para politisi dan pelaku ekonomi di negeri ini. 

Bahkan sejak hampir dua bulan terakhir, wacana kebudayaan lenyap karena isu kasus pembunuhan Brigadir J dan subsidi pemerintah yang tinggi untuk rakyat. Di tengah keadaan itu, Yayasan Pusat Kebudayaan Minangkabau bekerja sama dengan Pemprov Sumbar dan DPD RI berhajat untuk melaksanakan Kongres Kebudayaan.

Sebagai agenda Pra-Kongres, pada 9 Agustus lalu sudah dilaksanakan acara Peluncuran Kongres dimaksud di sebuah hotel di Padang. Irman Gusman, Musliar Kasim, Nursyirwan Efendi, Insanul Kamil dan Gubernur Sumbar menyampaikan beberapa pemikiran tentang pentingnya Kongres Kebudayaan ini.

Selanjutnya, pada Senin 5 September ini dilaksanakan Seminar Hasil Survei Persepsi Masyarakat tentang Makna Kebudayaan di Indonesia di Padang. Agenda ini merupakan prelimeneri atau awal Pra-Kongres di samping dua agenda lain: Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar dan Revitalisasi, Rekonstruksi (?) Adat dan Budaya Minangkabau yang akan menjadi agenda Pra-Kongres berikutnya. 

Kembali kepada survei, giat ini dilaksanakan pada 13 sampai 29 Maret 2022 lalu. Hanya karena hal-hal teknis, survei yang digagas tahun lalu itu sebelum nanti Kongres Kebudayaan ditayangseminarkan pekan ini. 

Akan menjadi pembahas di antaranya Dr Yudi Latif, seorang penulis produktif mantan Kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila yang “dinobatkan” sebagai pemikir kenegaraan dan kebudayaan. Pembahas kedua adalah Prof. Dr. Nursyirwan, Antropolog lulusan sebuah Universitas di Jerman, sekarang Direktur Pascasarjana Unand.

Survei dilaksanakan oleh Dr. Asrinaldi dan Tim dari Unand, merangkum beberapa legaran diskusi di YPKM. Terpantik gagasan Musliar Kasim dan Irman Gusman, anggota dan Ketua Pembina YPKM yang menginginkan bahwa Kongres Kebudayaan harus diawali dulu dengan survei tentang seberapa jauh persepsi masyarakat Indonesia tentang kebudayaan.

Hal ini terasa amat penting karena semua sudah merasakan goncangan kebudayaan setelah dunia di haru biru oleh revolusi 4.0 dan 5.0 tekonologi digital dan informasi yang tengah berlangsung sekarang ini.

Bagaimana persaingan, sekaligus partnership, kemitraan global, regional dan nasional antar bangsa-bangsa dan internal bangsa di dunia dewasa ini. Wa bil khusus bagi masyarakat Indonesia.

Oleh tim dirumuskan tujuan survei ini meliputi persepsi tentang beberapa hal. Pertama, nilai agama dan kebudayaan yang menjadi akar ideologi Pancasila yang meliputi nilai-nilai ekonomi, politik, sosial, dan budaya. 

Kedua, peran dan kedudukan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia dalam kehidupan masyarakat Indonesia di era revolusi teknologi 4.0. Ketiga, semangat kemajemukan dan multikulturalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Keempat, respons masyarakat terkait dengan revolusi teknologi 4.0 dan menuju 5.0 serta kesiapan mereka menghadapi perubahan tersebut. Kelima, mengidentifikasi harapan masyarakat terkait dengan peran dan tanggung jawab pemerintah, masyarakat itu sendiri, dan pemangku kepentingan bangsa dalam merespons perkembangan zaman yang terus berubah. 

Tentu saja hasil survei bukan jawaban konkret atas lahirnya peta jalan kebudayaan Indonesia. Peta jalan itu akan dijawab nanti pada Kongres Kebudayaaan itu sendiri. Hebatnya, tim survei telah mendapatkan skema awal persepsi masyarakat Indonesia secara acak dari Sabang sampai Merauke dan dari Sangih sampai ke Pulau Rote. 

Disimpulkan dalam 7 tabel persepsi. (1) Persepsi terhadap bebudayaan Indonesia dan lokal; (2) Persepsi terhadap Kebudayaan global; (3) Persepsi terhadap Pancasila sebagai ideologi Bangsa; (4) Persepsi terhadap revolusi 4.0; (5) Persepsi terhadap peran individu dalam pengembangan Kebudayaan; (6) Persepsi terhadap Indonesia emas Tahun 2045; (7) Persepsi terhadap pemahaman budaya generasi muda.

Dr. Asrinaldi dan Tim mengompilasi dari hasil data survei yang mereka lakukan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: Secara umum Indeks Persepsi Masyarakat Indonesia tentang Kebudayaan berada pada level yang tinggi sebanyak 54,1%. Ini dapat dimaknai bahwa masyarakat masih menempatkan kebudayaan sebagai variabel yang penting dalam membangun bangsa Indonesia. 

Komposisi persepsi masyarakat mengenai kebudayaan Indonesia dan lokal berada pada level sedang, yaitu 4,2 poin. Artinya, eksistensi kebudayaan Indonesia dan lokal masih menjadi perhatian masyarakat. 

Akan tetapi ditemukan pula hal-hal yang mengkhawatirkan. Di antaranya ada persepsi bahwa nilai-nilai kebudayaan Indonesia mulai tergerus oleh kebudayaan asing (global) dengan indeks 3,86 poin. 

Selanjutnya, Indeks Komposisi Persepsi Terhadap Kebudayaan Global cenderung rendah dengan angka 3,84. Meskipun ada pernyataan bahwa budaya global mudah diadopsi dan disesuaikan dengan budaya Indonesia untuk pemajuan kebudayaan Indonesia, namun indeksnya rendah yaitu sebesar 3,62 poin.

Sementara itu terkait dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa, indeksnya berada pada level sedang dengan angka 4,13 poin. Masalah yang mendapat perhatian dari masyarakat karena memiliki indeks rendah adalah perlunya tafsir ulang terhadap sila-sila yang ada di Pancasila. Fenomena ini ditegaskan dengan nilai indeks item sebesar 3,77 poin.

Pada aspek Indeks Komposisi Terkait Persepsi Terhadap Revolusi Teknologi 4.0 berada pada level rendah dengan nilai indeks sebesar 3,93 poin. Pemerintah perlu memberi perhatian khusus pada aspek ini. 

Pada bagian lain, masyarakat memberi perhatian pada kondisi budaya lokal yang kurang berkembang. Hal itu dapat mempengaruhi perkembangan kebudayaan Indonesia. Indeks item pernyataan ini paling rendah di antara kelompok persepsi ini, yaitu 3,69 poin. 

Begitu juga dengan indeks item pernyataan Indonesia menjadi bangsa yang maju dan setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia Tahun 2045 juga mendapat indeks yang rendah sebesar 3,87 poin. Artinya, dari aspek kebudayaan persepsi yang ditemukan tidak menggembirakan.

Sementara aspek lain yang juga menjadi perhatian publik adalah pemahaman generasi muda terhadap nilai-nilai budaya setempat yang juga perlu mendapat perhatian karena indeks pada pernyataan ini juga rendah dengan angka 3,93 poin. 

Tentu saja survei ini akan memberikan kabar baik. Di antaranya bahwa kebudayaan amatlah penting untuk pemajuan kebudayaan. Dan sebagai infrastruktur sudah ada undang-undang tentang kebudayaan nasional. 

Pada 27 April 2017, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan disahkan pemerintah sebagai acuan legal formal pertama untuk mengelola kekayaan budaya di Indonesia.

Yang perlu diingat, kekayaan budaya, bukan hanya bersifat material seperti artifak budaya, seni dan budaya tetapi yang amat mendasar adalah kepribadian dan cara berfikir (world-view) serta cara hidup (the way of life) bangsa Indonesia. 

Hedonistik, di antaranya yang membuat korupsi merajalela, meski sudah ada Undang-Undang Antikorupsi tetap saja harus dimulai dari kebudayaan. Dengan begitu, sinisme Proklamator Hatta pada 5 dan 6 dekade lalu (Marwata, 2022; Mahfud, MD, 2021) dan bahwa korupsi menjadi budaya, harus terus menerus kita ubah menjadi korupsi adalah potret orang yang tak berbudaya. 

Koruptor harus dilawan dan itu yang paling mendasar adalah melalui kebudayaan. Wa Alla a’lam bi al-shawab. 

(kri)

Melawan Sinisme Proklamator Hatta, Korupsi sebagai Budaya (sindonews.com)

Aliyah Sarah Walindo: Smart, Gadih Minang di Washington, DC

Dari SMA 1 Muhammadiyah Padang: Lulusan Terbaik AAL

youtu.be/dV7N7R2Be2s

Sambutan a.n. Tamu Pada Walimat al-Ursy

H. Irman Gusman, S.E., M.B.A. (Ketua DPD RI 2009-2016) pada Walimatul Ursy Resepsi Perkawinan Putri Bp Dr.H. Alirman Sori, S.H., M.Hum., M.M (Anggota DPD RI 2009-2014; 2019-2024) Pangeran Beach Hotel Padang, 17 Juli 2022

Mempelai Wanita, Anak Daro, Bunga Lirvina Sori. Bunga adalah Putri dari Bp Dr. H. Alirman Sori, S.H.,M. Hum., M.M & Ibu Nira Pravita Sary, A.Md. Mempelai Pria Gumilang Kresna Putra. Kresna adalah Putra dari Bapak Suharjita & Ibu Puji Ismaryatun

Sambutan Bp H. Irman Gusman, S.E., M.B.A. (Ketua DPD RI 2009-2016) pada Walimatul Ursy Resepsi Perkawinan Putri Bp Dr.H. Alirman Sori, S.H., M.Hum., M.M (Anggota DPD RI 2009-2014; 2019-2024) Pangeran Beach Hotel Padang, 17 Juli 2022

Dari Sintuak ka Saniang Baka, 

urang mamukek pagi pagi, 

dari ujuang taruih ka pangka, 

dari tangah sampai ka tapi,

ketek indak basabuik namo, 

gadang indak bahimbau gala, 

ujuik taucap nan tapanggi nan hadir di dalam ruangan iko, 

Sairiang balam jo barabah, 

balam lalu barabah mandi. 

Sairiang salam jo sambah, 

sambah lalu salam kumbali, sambuik lah salam agamo dan adaik kito, 

 Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahi rabbil alamin, wasshalatu wassalamu ‘ala asyrafil ambiya wal mursalin wa ‘ala alihi washahbihi ajmin, amma ba’du.

Izinkan saya menyapa terlebih dahulu, menyampaikan penghormatan kepada  yang amat berbahagia, nan amat kita sayangi, 

Anak daro nan rancak banamo  Bunga Lirvina Sori

Putri Bp Dr. H. Alirman Sori, S.H.,M. Hum., M.M & Ibu Nira Pravita Sary, A.Md

Marapulai nan gagah banamo Gumilang Kresna Putra, Putra dari Bapak Suharjita & Ibu Puji Ismaryatun.

Selanjutnya penghormatan saya sampaikan kepada silang nan papangka, karajo nan bajunjung,  ninik-mamak, sanak keluarga, karib kerabat kedua mempelai.

Kemudian penghormatan saya tujukan kepada semua hadirin yang kita bersama-sama memberikan doa restu berharap ridha-Allah kepada kedua mempelai ini. 

Saya minta izin dengan menundukkan kepala yang satu, menyusun jari nan sepuluh, berdiri di sini mengatas-namakan kita yang hadir seperti diimbau oleh MC tadi, untuk  mengucapkan sepatah-dua patah kata pada perhelatan yang amat meriah, khidmad dan penuh bahagia ini.

Yang amat bahagia kedua mempelai, kedua keluarga dan hadirin dan hadirirat yang amat saya hormati.

Pertama,  marilah kita besyukur kepada Allah swt dan bersalawat untuk Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Setelah itu,  paling utama di dalam majelis penuh rahmat dan bahagia ini, kita menyatakan hati yang suci, muka yang jernih mengucapkan, dan memanjatkan doa selamat kepada penganten. 

Keduanya sekarang sudah berbuhul mati dalam akad ijab-kabul secara syar’i, sesuai undang-undang negara untuk berlayar dalam satu kapal bahtera kehidupan. Penuh kecintaan dan kasih sayang dalam mereguk madu kehidupan di bawah  siraman ridha dan berkah Allah swt.

Berikutnya  marilah bersama-sama kita bermunajat kepada Allah swt, menyampaikan do’a yang ikhlas dan tulus,  

Baarakallahu laka wa jama’a bainakuma fi khairin. Baarakallahu likulli wahidin minkuma fi shahibihi wa jama’a bainakuma fi khairin. Amin ya Rabbal alamin.

Artinya: “Berkah Allah (semoga tercurahkan) bagimu. Dan (semoga) Allah mengumpulkan ananda  berdua dalam kebaikan. Berkah Allah (semoga tercurahkan) bagi masing-masing Ananda berdua atas pasangannya, dan (semoga) Allah mengumpulkan ananda berdua dalam kebaikan.” Perkenan ya Allah Tuhan sekalian alam.

Mengiringi do’a itu mari kita ucapkan sampiran berikut: 

Langit membentang warnanya biru, 

datangnya hujan menimpa batu, 

selamat menempuh hidup baru, 

semoga bahagia sepanjang waktu. 


Nak duo pantun sairiang:

Kerlip bintang di langit yang tinggi
Syahdu sungguh menggugah rasaku
Dua hati berjanji suci
Selamat Menempuh Hidup Baru

Semut meniti pohon waru,
Hinggap di dahan burung tekukur.
Selamat meniti hidup baru,
Nikmati hidup penuh bersyukur.

Demikianlah sambutan singkat ini kami sampaikan, semoga Allah swt senantiasa melimpahkan kebahagiaan kepada kedua pengantin dalam batin dan hati yang suci,  sakinah, mawaddah war rahmah.

Kita menadahkan tangan mendoakan pada ada saatnya kepada pasangan keluarga baru ini, akan dilimpahi karunia keturunan yang saleh dan salehah, rezeki yang luas dan selalu sehat dan dalam peluikan cinta sejati dengan ibadah yang tertib, iman dan taqwa yang kokohj. Amin ya rabbal alamin.

Jalan-jalan ke kota Mekah, 

Ingin sembahyang berlama-lama, 

Semoga sepatah kata  ini membawa berkah, 

Membawa rahmat untuk kita bersama.

Bunga mekar di perbukitan 

Sawah luas di pedesaan 

Terima kasih untuk perhatian 

Mohon maaf untuk kesalahan.

Di Irian banyak cenderawasih,

Cukup sekian terima kasih

Wabillahitaufiq wal hidayah, 

Wassalamu alaikuk warhamatullahi wabarakatuh.

.

Infak, Sadakah-Sembako: Altruisme Al-Ghazali

Shofwan Karim (Photo Doc)

Infak, Sadakah-Sembako: Altruisme Al-Ghazali

Oleh Shofwan Karim

Tulisan ini terinspirasi oleh Pidato Pengukuhan Guru Besar Pemikiran Islam UIN IB Padang, 2 Juni 2021. Judulnya, “Altruisme dalam Literasi Intelektual, Spiritual, Sosial Imam Al-Ghazali”

Pada dasarnya pidato itu untuk kalangan akademik. Oleh karena itu agaknya perlu mensyiarkannya untuk umum. Sehingga bermanfaat menjadi pemikiran dan pemahaman massa dan umat.

Mengutip beberapa literatur Prof Taufiq, memaparkan  konsepsi altruism  pandangan al-Ghazali.

Lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i Ia adalah seorang filsuf dan teolog, 1058-1111. Sering disebut Imam Al-Ghazali yang menulis di antaranya Ihya Ulumuddin ( menghidupkan Ilmu-ilmu agama).

Konsep dasar altrusitik adalah perilaku (akhlak) mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri. Banyak pemahaman literatur yang menyandarkan konsep filantrofi (kedermawanan) dan charity (kepemurahan) berbagai pemeluk agama dunia. Dan dalam hal ini Prof Taufiq mengalamatkannya kepada prilaku yang beragama Islam.

Paham altruistik (altruisme) ini melebihi konsepsi kedermawanan. Maksudnya, bila seseorang memberikan kelebihan rezekinya maka itu baru tingkat kedermawanan biasa.

Adalah lumrah  kalau seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain, bila  dia sendiri lebih berada, kaya, dan sudah punya. Apa yang diberikannya tidak meninggalkan sedikit pun kekurangan pada dirinya. Tentu saja  aksi kedermawan itu memdapat pahala dari Allah swt.

Sementara Altruisme, adalah perilaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Apa lagi kepada yang sangat memerlukannya. Meskipun sang pemberi juga sangat membutuhkannya. Artinya pemberi mau berbagi mekipun dirinya sendiri  belum mencukupi.

Kira-kira Prof Taufiq ingin menjelaskan  QS,Ali Imran, 3: 133-134:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”

“Mereka adalah orang yang terus-menerus berinfak di jalan Allah, baik di waktu lapang, mempunyai kelebihan harta setelah kebutuhannya terpenuhi, maupun sempit, yaitu tidak memiliki kelebihan, dan orang-orang yang menahan amarahnya akibat faktor apa pun yang memancing kemarahan dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”

Di dalam ayat itu ada kata infak. Sesuatu yang harus diberikan selalu dalam waktu sedang berlebih atau tidak berlebih atau mungkin kurang (sempit). Maka nafkah atau infaq untuk diri sendiri dan keluarga tanggungannya adalah kewajiban moral sang punya diri. Sama suasana hatinya bila berbagi dengan yang lain, sama dengan berbagi kepada diri dan keluarganya.

Kosa kata Arab anfaqa yang berarti “mengeluarkan sesuatu untuk kepentingan sesuatu, sedangkan sedekah berasal dari kata Arab shadaqah yang berarti “sebuah pemberian yang bertujuan untuk mencari rida Allah”.

Maka bila direnungkan pembagian sembako, hadiah, dan bantuan berbagai bentuk dari bebagai Lembaga, itu termasuk sadakah atau kedermawanan biasa. Karena lembaganya punya keuntungan yang dikategorikan sebagai CSR (Corporate Sosial Responsilibity).

Agaknya dalam kategori ini termasuk bagi-bagi Sembako kepada masyarakat ekonomi lemah oleh pihak dan kalangan tertentu lainnya.

Kalau konsep pemikiran altruisme di atas digunakan, maka ini termasuk sadakah  bukan infak (altruisme) tadi.

Apapun diksi dan wacana tentang altruisme, harus dilihat sebagai istilah baru dalam hakikat isi yang jauh ada sebelumnya.

Dirunut ke literatur oleh Prof Taufiq, dalam sejarah pemikiran filsafat, ternyata konsep altruisme datang dari Auguste Comte (1798-1857).

Padahal, Al-Ghazali  hidupnya mendahului lebih 700 tahun sebelumnya.

Oleh karena itu, harus dilihat pidato pengukuhan sebagai penyesuaian dengan  perkembangan zaman dalam literatur Islam yang harus dibumikan terus menerus.

Dengan demikian memudahkan bagi umat Islam membaca dan memahami pemikiran keagamaan mereka. Wa Allahu a’lam bi al-shawab. ***

Sumber:

Foto Artikel : Infak, Sadakah-Sembako: Altruisme Al-Ghazali – Kompasiana.com

Infak, Sadakah-Sembako: Altruisme Al-Ghazali Halaman all – Kompasiana.com

%d blogger menyukai ini: