Antara-Sumbar.com | Berita Propinsi : Tokoh-tokoh Sumbar Berduka atas Wafatnya Gus Dur

Bersama Tokoh Sumbar, Shofwan Karim berkomentar dan kenangan tentang Antara-Sumbar.com | Berita Propinsi : Tokoh-tokoh Sumbar Berduka atas Wafatnya Gus Dursosok Gus Dur

Antara-Sumbar.com | Berita Propinsi : Tokoh-tokoh Sumbar Berduka atas Wafatnya Gus Dur

Komentar Harian Singgalang, 28 Oktober 2009

Rabu, 28 October 2009

Biduak Lalu Kiambang Batauik

(Shofwan Karim)

Rasanya ada yang perlu ditambahkan berita Singgalang, Senin (26/10) di bawah judul “Menteri Asal Sumbar Jangan Berhenti Karena Hukum”.

Sisi lain dari pertemuan itu yang tidak terlaporkan, yaitu kehadiran Bang Fahmi Idris dan isteri Kartini Fahmi Hasan Basri. Bagi penulis, ini adalah peristiwa luar biasa yang menjadi gumam dalam dada dan kini menjadi plong.

Sebuah hajat yang telah dikoordinasikan oleh Ketua DPD RI Irman Gusman menghadirkan para anggota KIB II terdiri dari putra-putri terbaik Minang dan seorang sumando, Panyangkalan, Solok.

Penulis berfikir, kehadiran sekitar 200 tokoh malam itu, bolehlah disebut sebagai syukuran plus ‘rekonsiliasi’ batin. Bahwa malam itu tampak mesra satu meja dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, MenkumHAM Patrialis Akbar, Ketua DPD Irman Gusman, Menneg BUMN Mustafa Abu Bakar, pengusaha Is Anwar Dt. Rajo Perak dan mantan Menaker KIB I Fahmi Idris, Dubes Keliling Timur Tengah Alwi Shihab, Dirut Telkom Rinaldi Firmansyah dan Dirut PLN Fahmi Muchtar. Sementara mengelilingi meja bulat lainnya duduk berbagai tokoh kita di kampung dan di rantau.

Kalaulah malam itu Fahmi Idris tidak hadir dengan isteri, maka acara syukuran itu bagi perasaan subyektif penulis akan kurang sasaik sabalango.

Sebaliknya dengan kehadirin Fahmi Idris yang selama ini bersama tokoh lainnya sangat getol mendorong berbagai percepatan pembangunan Sumbar, telah menjadi sempurna maksud hajatan ini.

Benarlah ungkapan lama biduak lalu, kiambang batauik, “kusuik kusuik bulu ayam, jo paruah disalasaikan“.

Irman Gusman, anak muda yang simpatik dan diterima semua kalangan ini memulai lagi tambahan kharisma baru. Antara lain Irman menjadi inisiator pengundang, tentu dengan terlebih dulu dipaiyokan dengan yang lainnya, terutama Mendagri Gamawan Fauzi mantan gubernur kita.

Artinya sudah bertambah tempat berkumpul urang awak selain di hotel. Selama ini tempat bahimpun itu di rumah tokoh-tokoh Prof. Harun Zain, Datuak Rajo Batuah Aminuzal Amin, dan Fahmi Idris sendiri di samping lain-lainya. Kini Irman menjadi tuan rumah pula.

Apakah makna lain? Pada pertemuan Rabu (21/10) beberapa saat setelah pengumuman KIB II oleh Presiden SBY, pidato Mendagri Gamawan di rumah Azmin Aulia, menyebutkan bahwa kini mambangkik batang tarandam sudah terealisasikan.

Dengan masuknya Armida Alisyahbana (ibu asal Payakumbuh) Kepala Bappenas, ditambah lagi Ketua DPD Irman Gusman dan Ketua MPR Taufiq Kiemas, maka sekitar 20 persen elit pemimpin tinggi nasional berasal dari Minang, sudah menaikkan ‘batang’ yang dianggap tarandam selama ini.

Maka dengan kenyataan ini, seyogyanya dapat menjawab kegelisahan intelektual dan sentimental yang selama ini agak fenomenal bagi etnis Minang di seantero wilayah, di kampung dan di rantau. Derap langkah berikut, agaknya adalah bagaimana para elit nasional yang kebetulan berasal dari Minang ini untuk berprestasi tinggi dengan kinerja prima.

Maka nostalgia mulai terobati. Sudah ada lanjutan dari M. Hatta, M. Natsir, M. Yamin (di antara generasi awal), lalu Emil Salim, Harun Zain, Awaludin Djamin, Bustanul Arifin, Azwar Anas dan Hasan Basri Durin (di antara generasi sesudahnya) dan generasi sekarang yang nama-namanya didiskusikan tadi.

Sebuah contoh bagi generasi berikut yang tak boleh terus menyesali diri. Mari lebih optimis dengan berfikir keras, belajar keras dan kerja keras.

Insya Allah berkah-Nya akan terus mengalir di tengah duka nestapa gempa 30 September lalu yang kini terus ditata ulang (recovery), direhabilitasi dan disembuhkan (rehealing) lagi.

Kepada-Nya, kita senantiasa bermohon untuk semua kebaikan.(*)

Komentar Singgalang, Rabu, 19 Agustus 2009

Membebaskan dan Mensejahterakan

Oleh Shofwan Karim

            “Para pejuang merebut kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan. Kemudian mereka kembali ke tengah masyarakat dan hidup sebagai anggota masyarakat tanpa pamrih dan balas jasa”. Begitu intro kalimat pembuka Kolonel (Purn.) Djamaris Junus (84 th), Ketua Dewan Harian Daerah (DHD) 45 pada ramah tamah dan dialog para pejuang 1945 di Auditorium Istana Gubernur Sumbar kemarin (17/8), setelah sebelumnya upacara pringatan Proklamasi Kemedekaan RI ke 64 di Halaman Kantor Gubernur. Pada gilirannya, di penutup acara, Gubernur seakan menyambung kalimat tadi lalu mengatakan, “para pejuang di samping membebaskan dan mempertahankan kemerdekaan juga mengisi kemerdekaan itu dengan mensejahterakan rakyat”.

            Tentu saja yang dimaksud Gubernur Gamawan, para pejuang yang rata-rata sekarang sudah di atas usia 80 tahun, pernah pula di samping sebagai warga biasa tentu sebagian juga ada yang ikut terus menerus mengabdi di republik ini pada bidangnya masing-masing. Ada yang meneruskan karir militer, ada yang terjun ke birokrasi, ada yang usahawan, guru, dan bidang professional lainnya. Tentu saja di antara mereka itulah yang dulu telah ikut mensejahterakan rakyat. Sementara sekarang ini kiranya  tidak ada lagi para pejuang dan pahlawan yang masih hidup itu turut secara langsung mensejahterakan rakyat karena mereka sudah pensiun bahkan  sepuh dan tidak lagi berkarir .

Di balik itu, mungkin ada di antara tokoh yang setelah berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan dulunya lalu , turun ke masyarakat dan menjadi warga biasa dan tidak secara langsung dapat ikut serta mensejahterakan rakyat, bahkan dirinya sendiri jauh pula dari kata sejahtera itu. Mereka secara keseluruhan atau sebagian tadi walaupun tidak sejahtera  tidak mau meminta-minta apalagi membanggakan diri sebagai orang yang berjasa di republik ini.

Oleh karena itu, bila sekarang Gubernur Gamawan atas nama Pemda Sumbar dan tentu atas persetujuan DPRD memberikan sekedar cendra mata sebesar 5 juta rupiah perorang untuk 99 orang yang berusia di atas 80 th dari pejuang-pejuang republic ini, maka hal itu bukanlah balas jasa. Pengorbanan pejuang itu tidak akan dapat dibalas di dunia ini dengan apa saja yang berbentuk balas budi. Hanya Allah yang akan memberi ganjaran yang setimpal kelak di kemudian hari, di dunia atau di akhirat nanti. Namun inisiatif Gubernur ini layak diapresiasi tinggi karena  ini merupakan kenang-kenangan dan cendra hati, sebagai lambang terimakasih. Tentulah para pejuang itu tidak akan menakarkannya dengan timbangan duniawi.

Kiranya, ketika Gubernur menyampaikan dalam pidato singkatnya di akhir acara tentang beberapa hal, niscaya para pejuang ini amat suka cita dan hatinya berbunga. Bahwa apa yang mereka dambakan dulu setelah 64 tahun kemerdekaan ada perubahan ke arah yang lebih baik dalam kesejahteraan secara perlahan tetapi pasti. Misalnya, kata Gubernur pertumbuhan ekonomi Sumbar tahun ini dan akhir semester lalu adalah 6,37 persen.Itu artinya di atas rata-rata nasional yang 6 persen. Angka kemiskinan tinggal 10 persen dari 13 persen sebelumnya. Pengangguran dari 14 persen turun ke 10 dan sekarang tinggal 8 persen koma sekian.

Pendidikan juga demikian. Dua tahun lalu  rangking Sumbar 16 dan 17 dari 33 provinsi di Indonesia dan sekarang  sudah rangking 7 dan 8   nasional untuk SMP dan SMA. Guru-guru di Sumbar mendapat penilaian yang terbaik di Indonesia. Guru peringkat 1 nasional untuk SMP dan SMA tahun ini adalah dari Sumbar.  Nagari sebagai struktur terendah administrasi pemerintahan setara Desa yang  sekarang jumlahnya sekitar 70 ribu di Indonesia, dalam penilaian nasional yang nomor 1 adalah Nagari Sungai Pua di Agam. Mereka yang tersebut di atas diundang Presiden ke Istana Negara pada HUT RI kali ini.

Tentu saja apa yang disampaikan Gubernur bukanlah secara total menggambarkan apa yang telah dicapai 4 atau 5 tahun terakhir, apalagi menjadi idaman semua pejuang dan rakyat keseluruhan secara sempurna. Karena kemerdekaan sebagai gerbang sekaligus jembatan emas kesejahteraan harus senantiasa diperjuangkan, direncanakan, dan dilaksanakan terus menerus oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat tanpa henti dari masa ke masa dan generasi ke generasi. 

Bahwa ketimpangan antara kaya dan miskin tetap akan ada sepanjang masa adalah suatu keniscayaan. Orang sakit yang kesulitan mencari obat karena ketiadaan biaya atau yang mau sekolah tetapi ekonomi macet akan tetap ada. Akan tetapi jarak dan jurang antara harapan  dan kenyataan harus senantiasa dipersingkat dan dipersempit. Itu artinya kemurkaan tidak selalu disemburkan ke mana-mana. Namun kritik dan  apresiasi yang proporsional mesti pula ada.

Sejalan dengan itu harus difahami pula  firman Allah yang mengatakan, “bila kamu bersyukur maka Allah akan tambahkan nikmat dan bila kamu kufur, maka ingatlah azab Allah maha pedih”. Pemahamannya di samping berzikir, bertasbih dan bertahmid harus dengan kreatif dalam  fiil, perbuatan dan ikhtiar. Bersyukur, kiranya direalisasikan di samping memperkuat ibadah, memperkokoh iman, sejalan dengan bersungguh-sungguh dalam setiap kerja dan amal kebajikan. “Fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam setiap kebaikan”.***

MTQ dan Guru Mengaji

MTQ dan Guru Mengaji

Oleh  Fachri Tharuddin dan Shofwan Karim

www.hariansinggalang.co.id

Jum’at, 7 Agustus 2009

 

Pembukaan MTQ Sumbar ke XXXIII di Lubuak Sikapiang, kemarin terasa meriah, khidmad, dan sukses luar biasa. Kelihatan semua pejabat utama Sumbar, mulai dari Gubernur sampai Bupati dan Wako hampir seluruhnya tampak hadir di tribune utama. Dari Pusat tampak pula pituo Minang, di antaranya Mantan Gubernur/Menhub/Menko Kesra/Ketua DPA Ir. H. Azwar Anas bersama H. Ismael Hasan dan ahli qiraat, mantan Menteri Agama yg hafiz Al Quran Prof. Dr. Said Hussein Agil Munawar. Hadir pula para bupati  dari beberapa kabupaten tetangga Sumut.  Begitu pula hadir tamu dari negara tetangga Malaysia.

               

Fasilitas yg disediakan panitia amat prima. Yang paling menggembirakan pada acara pembukaan kemarin, Kamis (6/8) adalah penyediaan tenda yg cukup memadai, putih, indah konstruksinya bagaikan di lapangan Mina di musim haji. Begitu pula arsitektur Mimbar Tilawah di tengah lapangan Stadion Tuanku Imam Bonjol, yang seakan diapit oleh dua  2 set Al Quran raksasa dengan menara masing-masing satu di kiri-kanan di ujungnya. Bangunan tilawah dengan pendukungnya ini bagaikan perpaduan karya seni arsitek klasik dan modern. Lebih dari itu, baru kali inilah semua kontingen kafilah dapat menikmati  duduk dengan nyaman di bawah tenda tenda yg indah teduh yg menurut pengalaman sepanjang MTQ sebelumnya tak pernah terjadi. Kemeriahan ditambah demo seni tinggi qiraat Quran dengan suara merdu oleh hafiz Quran Prof. Said Hussein Aqil Munawar, tari massal STSI Padang Panjang dan penampilan Marching Band PT Semen Padang juara nasional lomba se Indonesia.      

               

Di luar kemeriahan, keindahan fisik, tentu saja tak kalah pentingnya  makna substantifistik dari MTQ ini. Di samping keterampilan dan seni serta hafalan tentang dan sekitar al Quran dan hadist, bacaan tilawah, syurahan dan fahmil Quran, tentulah bagaimana melanjutkan apa yg sudah dilaksanakan  ummat dan masyarakat mengamalkan apa yg dinyatakan oleh wahyu Allah yang kita sebut al Quran ini. Apalagi sebelum Gubernur membuka acara resmi ,  ada demonstrasi pembacaan ayat ayat Quran ole Qari terbaik dua tahun sebelumnya. Amatlah menyejukkan dan meresak ke dalam sanubari karena kefasihan dan iramanya yang merdu dengan nafas lapang dan panjang  sang juara itu.  

               

Dengan tetap memberi apresiasi terhadap jerih payah panitia atas semua kemeriahan dan keindahan tadi,tentu saja perlu dianalisis pada bagian mana dari acara ini yang harus dikaji untuk perbaikan pada masa  depan untuk pembukaan MTQ yang sekali dalam dua tahun diadakan tingkat provinsi Sumbar ini.

 

 Di antaranya,  ketepatan waktu pembukaan dan setting susunan acara dan isinya. Waktu yg tertulis pk 10.00, agak molor 35 menit. Pawai keliling  mengitari lapangan yg memakan waktu hampir satu jam, perlu disederhanakan. Ada kesan dan ternyata sampai sekarang terus berlanjut bahwa MTQ sama dengan Porda dalam acara pembukaan ini. Bedanya hanya yg satu lomba seni dan  otak, yang lain lomba  seni-fisik. Maka penyesuain perlu dipikirkan. Misalnya karena massa yg hadir pada pembukaan akan banyak atau mayoritas tidak akan ikut menyaksikan musabaqah selama 5 hari ke depan itu, maka apa salahnya kalau pada upacara pembukaan diambil waktu untuk peragaan ulang beberapa cabang musabaqah terbaik yg lalu dipilih yg masih relevan dan prima untuk ditampilkan. Timbang-timbang sebagai refreshing atau updating bagi mantan juara dua tahun sebelumnya. Misalnya syarhil dan fahmil quran, hafiz atau lainnya. Tentu dalam waktu masing masing sesingkat singkatnya.

               

Selain itu, diluar acara pembukaan, tentu  dalam MTQ ini ada rapat dua tahunan sekali membahas bagaimana meningkatkan pendidikan al Quran. Gubernur Gamawan Fauzi di ujung pidato pembukaan kemarin menyinggung soal guru mengaji. Menurut Gubernur tanpa jasa guru mengaji tidak ada MTQ ini. Diharapkan sentilan Gubernur ini ada evaluasi terhadap pendidikan dan pengajaran al Quran di Sumbar. Oleh karena itu, maka dana yang dihabiskan sekitar lima milyar untuk MTQ ini tidak terkesan hanya untuk meningkatkan syi’ar kultur beragama, tetapi benar-benar untuk peningkatan hal yang amat substantif, menyeluruh dan bermakna optimal untuk keterampilan membaca, memahami dan mengamalkan al Qur’an. ***

%d blogger menyukai ini: